Jumat, 27 Juni 2014

Eyes (part 5)

Diposting oleh Nita di 17.26
Nada-nada itu, membuatku terlempar keruang waktu, membuka kembali laci kenangan tiga tahun lalu. Saat itu tepat tanggal 9 Februari, hari ulang tahun Kak Melisa yang ke 17. Suara musik penuh doa terdengar ceria.
                Tiup lilinnya tiup lilinnya
                Tiup lilinnya sekarang juga…
                Aku dengan hati-hati menaiki anak tangga menuju panggung dibantu Kak Dinda. Kak Melisa pasti sadar kalau aku dan Kak Dinda tiba-tiba menghilang dari tempat tiup lilin itu, semoga Kak Melisa tak melihatku. Tepat saat Kak Dinda berbisik  bahwa aku telah berada didepan mikrofon, terdengar suara tepuk tangan dan sorakan meriah pertanda kak Melisa sudah selesai meniup lilin. Beberapa detik kemudian terdengar suara batuk kecil Kak Dinda, tanda lampu ruangan baru saja dihidupkan.
                “Kak Melisa, selamat ulang tahun…” Suaraku terdengar sedikit bergetar, ini pertama kalinya aku berbicara didepan umum. Tiba-tiba ruangan pesta hening, menantikan apa yang akan aku ucapkan selanjutnya.
                “Selamat ulang tahun yang ke 17 kak… Maaf kalau kakak bingung karena aku nggak ada disebelah kakak pas kakak tiup lilin tadi.” Aku terdiam sejenak. Semua kata-kata yang sudah kupersiapkan dari jauh-jauh hari hilang seketika. Aku sudah merencanakan ini sejak sebulan yang lalu, tanpa sepengetahuan ayah, bunda, apalagi Kak Melisa. Tapi sekarang kenapa aku malah jadi grogi. Tidak, semua rencanaku tidak boleh gagal.
                “Kak, maaf jika aku akan terdengar kacau, kakak tau kan ini pertama kalinya aku tampil didepan umum? Hehehe…” Kakiku bergetar saking groginya. “Kak, selamat ulang tahun, terimakasih sudah menghabiskan banyak sekali waktu bersamaku, selalu disampingku, selalu menemaniku, walaupun aku bawel dan banyak maunya, kadang suka ngambek dan sering nyebelin. Terimakasih kak, terimakasih sudah sangat sabar kepadaku. Terimakasih karena kakak selalu menuntunku dan mengkhawatirkanku walau aku kadang bandel suka pengen jalan sendiri ditempat yang jarang kita kunjungi, terimakasih karena selalu menguatkanku, tidak pernah  membiarkanku jatuh.” Suaraku sedikit tercekat, aku tidak boleh menangis disini.
“Terimakasih sudah meminjamkan tangan kakak tiap pagi untuk menyuapiku roti coklat kesukaanku, walaupun kakak jadi membutuhkan waktu lebih lama untuk sarapan. Terimakasih kakak sudah menceritakan kepadaku indahnya gunung, indahnya bunga-bunga, indahnya laut, dan semua tempat yang pernah kita kunjungi bersama sampai aku merasa bisa melihatnya sendiri dipikiranku. Terimakasih sudah menjadi tanganku, terimakasih sudah menjadi mataku, terimakasih kak, terimakasih, terimakasih atas semuanya…” Setitik airmata menggantung disudut mataku.
“Kak, maaf tiap ulangtahun kakak, selalu bunda yang memberi kakak kado atas namaku,maaf karena aku tak mampu memilih sendiri kado untuk kakak. Maaf jika hanya doa yang selalu bisa kuselipkan tiap hari bahagiamu.” Ruangan ini terasa semakin hening.
“Tapi hari ini, dihari super spesial ini aku memberanikan diri  berdiri disini untuk memberikan kado yang kupilih sendiri untukmu kak. Semoga kakak suka, dan sekali lagi, Selamat ulang tahun, aku selalu menyayangimu.”
For all these time you stood for me
                For all the truth that you made me see….
Nada musik lagu ‘Because you love me’nya Celine Dion terdengar lembut mengiringi nyanyianku. Hanya ini yang bisa kuberikan dihari spesial Kak Melisa ini. Walaupun sebenarnya aku sedikit gentar, karena sebelumnya aku selalu menolak untuk tampil didepan umum, walaupun semua orang meyakinkanku bahwa suaraku merdu, aku terlalu malu.
You are the one who help me up
                Never let me fall
                You are the one who saw me through, through it all…
You were my strength when I was weak
                You were my voice when I couldn’t speak
                You were my eyes when I couldn’t see
                You saw the best there was in me
                Lifted me up when I couldn’t reach
                You gave me faith ‘coz you believed
                I’m everything I am
                Because you loved me…...
                Suara riuh tepuk tangan dari penonton menyentakkanku, menyeretku keluar dari kenangan itu. Tanpa aku sadar airmata sudah menggenang dipipiku. Alunan biola telah berhenti, menyudahi lagu ‘Because You Love Me’, lagu yang kunyanyikan tiga tahun yang lalu diulang tahun Kak Melisa.
                “Kemarin sore, kami menemukan sebuah surat didalam kotak biola Melisa, kami tau surat itu telah kausiapkan dari lama. Surat itu, yang akan kau bacakan hari ini. Izinkanlah aku mewakilimu, sahabat. Agar pesanmu dapat tersampaikan.” Suara wanita itu kembali mengheningkan suasana.
                “Adikku yang cantik. Ingatkah kamu, lagu ini yang kau hadiahkan padaku saat umurku menapak angka tujuh belas. Menuju gerbang kedewasaan. Aku begitu terharu mendengarnya, mendengarkanmu yang dengan sekuat tenaga memberanikan diri berdiri dipanggung demi hadiah spesialmu, walaupun aku tau kakimu gemetar hebat saat itu. Adikku yang cantik, setiap helaan kata-katamu dihari ulang tahunku masih terngiang setiap hari ditelingaku, rasanya seperti baru satu jam lalu kau ucapkan padaku. Adikku yang cantik, dihari itu, saat umurku menapaki angka tujuh belas, menuju gerbang kedewasaan, dihari itu kulihat bidadari kecil yang sungguh memiliki kedewasaan hati, kini bidadari kecil itu sudah tumbuh besar, lusa bidadari itulah yang akan menapaki umur ketujuh belasnya, menuju gerbang kedewasaannya.
                Adikku sayang, izinkan kakak untuk memberikan kadomu ini lebih awal dari yang seharusnya. Terimakasih atas semua ucapan terimakasihmu yang begitu banyak hari itu, sungguh Kakaklah yang seharusnya mengucapkan seribu ucapan terimakasih padamu. Terimakasih telah hadir dengan semua ketulusanmu, semangatmu, senyumanmu… Terimakasih telah hadir dalam hidupku. Selamat ulang tahun, Cantika Roselia Putri. Aku selalu menyayangimu…”
                Suara tepuk tangan riuh seketika meredam isak tangisku yang sudah tak mampu kutahan lagi. Inikah janji Kak Melisa, aku bahkan sudah tak ingat lagi lusa ulang tahunku, saking pekatnya kesedihan sejak hari duka itu. Didalam hati kugantungkan do’a agar Kak Melisa segera pulih.
***
                “Cantik, ada telpon dari Bunda.” Suara Kak Dinda terdengar serak disampingku.Aku tau Kak Dinda tadi juga terisak pelan disampingku. Acara baru saja selesai beberapa menit yang lalu, Aku dan Kak Dinda memilih untuk menunggu sampai pintu keluar agak sepi.
                “Hallo, Assalamu’alaikum Bunda,” ucapku saat telepon ditempelkan Kak Dinda ditelingaku.
                “Halo, Cantik, udah selesai acaranya?”
                “Sudah Bunda, kenapa Bun?” 

                “Kamu langsung kesini sekarang ya.” DEG! Ada apa ini?

0 komentar:

Posting Komentar

Eyes (part 5)

Nada-nada itu, membuatku terlempar keruang waktu, membuka kembali laci kenangan tiga tahun lalu. Saat itu tepat tanggal 9 Februari, hari ulang tahun Kak Melisa yang ke 17. Suara musik penuh doa terdengar ceria.
                Tiup lilinnya tiup lilinnya
                Tiup lilinnya sekarang juga…
                Aku dengan hati-hati menaiki anak tangga menuju panggung dibantu Kak Dinda. Kak Melisa pasti sadar kalau aku dan Kak Dinda tiba-tiba menghilang dari tempat tiup lilin itu, semoga Kak Melisa tak melihatku. Tepat saat Kak Dinda berbisik  bahwa aku telah berada didepan mikrofon, terdengar suara tepuk tangan dan sorakan meriah pertanda kak Melisa sudah selesai meniup lilin. Beberapa detik kemudian terdengar suara batuk kecil Kak Dinda, tanda lampu ruangan baru saja dihidupkan.
                “Kak Melisa, selamat ulang tahun…” Suaraku terdengar sedikit bergetar, ini pertama kalinya aku berbicara didepan umum. Tiba-tiba ruangan pesta hening, menantikan apa yang akan aku ucapkan selanjutnya.
                “Selamat ulang tahun yang ke 17 kak… Maaf kalau kakak bingung karena aku nggak ada disebelah kakak pas kakak tiup lilin tadi.” Aku terdiam sejenak. Semua kata-kata yang sudah kupersiapkan dari jauh-jauh hari hilang seketika. Aku sudah merencanakan ini sejak sebulan yang lalu, tanpa sepengetahuan ayah, bunda, apalagi Kak Melisa. Tapi sekarang kenapa aku malah jadi grogi. Tidak, semua rencanaku tidak boleh gagal.
                “Kak, maaf jika aku akan terdengar kacau, kakak tau kan ini pertama kalinya aku tampil didepan umum? Hehehe…” Kakiku bergetar saking groginya. “Kak, selamat ulang tahun, terimakasih sudah menghabiskan banyak sekali waktu bersamaku, selalu disampingku, selalu menemaniku, walaupun aku bawel dan banyak maunya, kadang suka ngambek dan sering nyebelin. Terimakasih kak, terimakasih sudah sangat sabar kepadaku. Terimakasih karena kakak selalu menuntunku dan mengkhawatirkanku walau aku kadang bandel suka pengen jalan sendiri ditempat yang jarang kita kunjungi, terimakasih karena selalu menguatkanku, tidak pernah  membiarkanku jatuh.” Suaraku sedikit tercekat, aku tidak boleh menangis disini.
“Terimakasih sudah meminjamkan tangan kakak tiap pagi untuk menyuapiku roti coklat kesukaanku, walaupun kakak jadi membutuhkan waktu lebih lama untuk sarapan. Terimakasih kakak sudah menceritakan kepadaku indahnya gunung, indahnya bunga-bunga, indahnya laut, dan semua tempat yang pernah kita kunjungi bersama sampai aku merasa bisa melihatnya sendiri dipikiranku. Terimakasih sudah menjadi tanganku, terimakasih sudah menjadi mataku, terimakasih kak, terimakasih, terimakasih atas semuanya…” Setitik airmata menggantung disudut mataku.
“Kak, maaf tiap ulangtahun kakak, selalu bunda yang memberi kakak kado atas namaku,maaf karena aku tak mampu memilih sendiri kado untuk kakak. Maaf jika hanya doa yang selalu bisa kuselipkan tiap hari bahagiamu.” Ruangan ini terasa semakin hening.
“Tapi hari ini, dihari super spesial ini aku memberanikan diri  berdiri disini untuk memberikan kado yang kupilih sendiri untukmu kak. Semoga kakak suka, dan sekali lagi, Selamat ulang tahun, aku selalu menyayangimu.”
For all these time you stood for me
                For all the truth that you made me see….
Nada musik lagu ‘Because you love me’nya Celine Dion terdengar lembut mengiringi nyanyianku. Hanya ini yang bisa kuberikan dihari spesial Kak Melisa ini. Walaupun sebenarnya aku sedikit gentar, karena sebelumnya aku selalu menolak untuk tampil didepan umum, walaupun semua orang meyakinkanku bahwa suaraku merdu, aku terlalu malu.
You are the one who help me up
                Never let me fall
                You are the one who saw me through, through it all…
You were my strength when I was weak
                You were my voice when I couldn’t speak
                You were my eyes when I couldn’t see
                You saw the best there was in me
                Lifted me up when I couldn’t reach
                You gave me faith ‘coz you believed
                I’m everything I am
                Because you loved me…...
                Suara riuh tepuk tangan dari penonton menyentakkanku, menyeretku keluar dari kenangan itu. Tanpa aku sadar airmata sudah menggenang dipipiku. Alunan biola telah berhenti, menyudahi lagu ‘Because You Love Me’, lagu yang kunyanyikan tiga tahun yang lalu diulang tahun Kak Melisa.
                “Kemarin sore, kami menemukan sebuah surat didalam kotak biola Melisa, kami tau surat itu telah kausiapkan dari lama. Surat itu, yang akan kau bacakan hari ini. Izinkanlah aku mewakilimu, sahabat. Agar pesanmu dapat tersampaikan.” Suara wanita itu kembali mengheningkan suasana.
                “Adikku yang cantik. Ingatkah kamu, lagu ini yang kau hadiahkan padaku saat umurku menapak angka tujuh belas. Menuju gerbang kedewasaan. Aku begitu terharu mendengarnya, mendengarkanmu yang dengan sekuat tenaga memberanikan diri berdiri dipanggung demi hadiah spesialmu, walaupun aku tau kakimu gemetar hebat saat itu. Adikku yang cantik, setiap helaan kata-katamu dihari ulang tahunku masih terngiang setiap hari ditelingaku, rasanya seperti baru satu jam lalu kau ucapkan padaku. Adikku yang cantik, dihari itu, saat umurku menapaki angka tujuh belas, menuju gerbang kedewasaan, dihari itu kulihat bidadari kecil yang sungguh memiliki kedewasaan hati, kini bidadari kecil itu sudah tumbuh besar, lusa bidadari itulah yang akan menapaki umur ketujuh belasnya, menuju gerbang kedewasaannya.
                Adikku sayang, izinkan kakak untuk memberikan kadomu ini lebih awal dari yang seharusnya. Terimakasih atas semua ucapan terimakasihmu yang begitu banyak hari itu, sungguh Kakaklah yang seharusnya mengucapkan seribu ucapan terimakasih padamu. Terimakasih telah hadir dengan semua ketulusanmu, semangatmu, senyumanmu… Terimakasih telah hadir dalam hidupku. Selamat ulang tahun, Cantika Roselia Putri. Aku selalu menyayangimu…”
                Suara tepuk tangan riuh seketika meredam isak tangisku yang sudah tak mampu kutahan lagi. Inikah janji Kak Melisa, aku bahkan sudah tak ingat lagi lusa ulang tahunku, saking pekatnya kesedihan sejak hari duka itu. Didalam hati kugantungkan do’a agar Kak Melisa segera pulih.
***
                “Cantik, ada telpon dari Bunda.” Suara Kak Dinda terdengar serak disampingku.Aku tau Kak Dinda tadi juga terisak pelan disampingku. Acara baru saja selesai beberapa menit yang lalu, Aku dan Kak Dinda memilih untuk menunggu sampai pintu keluar agak sepi.
                “Hallo, Assalamu’alaikum Bunda,” ucapku saat telepon ditempelkan Kak Dinda ditelingaku.
                “Halo, Cantik, udah selesai acaranya?”
                “Sudah Bunda, kenapa Bun?” 

                “Kamu langsung kesini sekarang ya.” DEG! Ada apa ini?

0 komentar:

Posting Komentar

 

clover Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review