Nada-nada itu, membuatku terlempar keruang waktu, membuka
kembali laci kenangan tiga tahun lalu. Saat itu tepat tanggal 9 Februari, hari
ulang tahun Kak Melisa yang ke 17. Suara musik penuh doa terdengar ceria.
Tiup lilinnya tiup lilinnya
Tiup lilinnya sekarang juga…
Tiup lilinnya sekarang juga…
Aku
dengan hati-hati menaiki anak tangga menuju panggung dibantu Kak Dinda. Kak
Melisa pasti sadar kalau aku dan Kak Dinda tiba-tiba menghilang dari tempat
tiup lilin itu, semoga Kak Melisa tak melihatku. Tepat saat Kak Dinda berbisik bahwa aku telah berada didepan mikrofon,
terdengar suara tepuk tangan dan sorakan meriah pertanda kak Melisa sudah
selesai meniup lilin. Beberapa detik kemudian terdengar suara batuk kecil Kak
Dinda, tanda lampu ruangan baru saja dihidupkan.
“Kak
Melisa, selamat ulang tahun…” Suaraku terdengar sedikit bergetar, ini pertama
kalinya aku berbicara didepan umum. Tiba-tiba ruangan pesta hening, menantikan
apa yang akan aku ucapkan selanjutnya.
“Selamat
ulang tahun yang ke 17 kak… Maaf kalau kakak bingung karena aku nggak ada
disebelah kakak pas kakak tiup lilin tadi.” Aku terdiam sejenak. Semua
kata-kata yang sudah kupersiapkan dari jauh-jauh hari hilang seketika. Aku
sudah merencanakan ini sejak sebulan yang lalu, tanpa sepengetahuan ayah,
bunda, apalagi Kak Melisa. Tapi sekarang kenapa aku malah jadi grogi. Tidak,
semua rencanaku tidak boleh gagal.
“Kak,
maaf jika aku akan terdengar kacau, kakak tau kan ini pertama kalinya aku
tampil didepan umum? Hehehe…” Kakiku bergetar saking groginya. “Kak, selamat
ulang tahun, terimakasih sudah menghabiskan banyak sekali waktu bersamaku,
selalu disampingku, selalu menemaniku, walaupun aku bawel dan banyak maunya,
kadang suka ngambek dan sering nyebelin. Terimakasih kak, terimakasih sudah
sangat sabar kepadaku. Terimakasih karena kakak selalu menuntunku dan
mengkhawatirkanku walau aku kadang bandel suka pengen jalan sendiri ditempat
yang jarang kita kunjungi, terimakasih karena selalu menguatkanku, tidak
pernah membiarkanku jatuh.” Suaraku
sedikit tercekat, aku tidak boleh menangis disini.
“Terimakasih sudah meminjamkan
tangan kakak tiap pagi untuk menyuapiku roti coklat kesukaanku, walaupun kakak
jadi membutuhkan waktu lebih lama untuk sarapan. Terimakasih kakak sudah
menceritakan kepadaku indahnya gunung, indahnya bunga-bunga, indahnya laut, dan
semua tempat yang pernah kita kunjungi bersama sampai aku merasa bisa
melihatnya sendiri dipikiranku. Terimakasih sudah menjadi tanganku, terimakasih
sudah menjadi mataku, terimakasih kak, terimakasih, terimakasih atas semuanya…”
Setitik airmata menggantung disudut mataku.
“Kak, maaf tiap ulangtahun kakak,
selalu bunda yang memberi kakak kado atas namaku,maaf karena aku tak mampu
memilih sendiri kado untuk kakak. Maaf jika hanya doa yang selalu bisa
kuselipkan tiap hari bahagiamu.” Ruangan ini terasa semakin hening.
“Tapi hari ini, dihari super spesial
ini aku memberanikan diri berdiri disini
untuk memberikan kado yang kupilih sendiri untukmu kak. Semoga kakak suka, dan
sekali lagi, Selamat ulang tahun, aku selalu menyayangimu.”
For
all these time you stood for me
For all the truth that you made me see….
For all the truth that you made me see….
Nada musik lagu ‘Because you love
me’nya Celine Dion terdengar lembut mengiringi nyanyianku. Hanya ini yang bisa
kuberikan dihari spesial Kak Melisa ini. Walaupun sebenarnya aku sedikit
gentar, karena sebelumnya aku selalu menolak untuk tampil didepan umum,
walaupun semua orang meyakinkanku bahwa suaraku merdu, aku terlalu malu.
You
are the one who help me up
Never let me fall
You are the one who saw me through, through it all…
Never let me fall
You are the one who saw me through, through it all…
You
were my strength when I was weak
You were my voice when I couldn’t speak
You were my eyes when I couldn’t see
You saw the best there was in me
Lifted me up when I couldn’t reach
You gave me faith ‘coz you believed
I’m everything I am
Because you loved me…...
You were my voice when I couldn’t speak
You were my eyes when I couldn’t see
You saw the best there was in me
Lifted me up when I couldn’t reach
You gave me faith ‘coz you believed
I’m everything I am
Because you loved me…...
Suara riuh
tepuk tangan dari penonton menyentakkanku, menyeretku keluar dari kenangan itu.
Tanpa aku sadar airmata sudah menggenang dipipiku. Alunan biola telah berhenti,
menyudahi lagu ‘Because You Love Me’, lagu yang kunyanyikan tiga tahun yang
lalu diulang tahun Kak Melisa.
“Kemarin
sore, kami menemukan sebuah surat didalam kotak biola Melisa, kami tau surat
itu telah kausiapkan dari lama. Surat itu, yang akan kau bacakan hari ini.
Izinkanlah aku mewakilimu, sahabat. Agar pesanmu dapat tersampaikan.” Suara wanita
itu kembali mengheningkan suasana.
“Adikku
yang cantik. Ingatkah kamu, lagu ini yang kau hadiahkan padaku saat umurku
menapak angka tujuh belas. Menuju gerbang kedewasaan. Aku begitu terharu
mendengarnya, mendengarkanmu yang dengan sekuat tenaga memberanikan diri
berdiri dipanggung demi hadiah spesialmu, walaupun aku tau kakimu gemetar hebat
saat itu. Adikku yang cantik, setiap helaan kata-katamu dihari ulang tahunku
masih terngiang setiap hari ditelingaku, rasanya seperti baru satu jam lalu kau
ucapkan padaku. Adikku yang cantik, dihari itu, saat umurku menapaki angka
tujuh belas, menuju gerbang kedewasaan, dihari itu kulihat bidadari kecil yang
sungguh memiliki kedewasaan hati, kini bidadari kecil itu sudah tumbuh besar,
lusa bidadari itulah yang akan menapaki umur ketujuh belasnya, menuju gerbang
kedewasaannya.
Adikku
sayang, izinkan kakak untuk memberikan kadomu ini lebih awal dari yang
seharusnya. Terimakasih atas semua ucapan terimakasihmu yang begitu banyak hari
itu, sungguh Kakaklah yang seharusnya mengucapkan seribu ucapan terimakasih
padamu. Terimakasih telah hadir dengan semua ketulusanmu, semangatmu,
senyumanmu… Terimakasih telah hadir dalam hidupku. Selamat ulang tahun, Cantika
Roselia Putri. Aku selalu menyayangimu…”
Suara
tepuk tangan riuh seketika meredam isak tangisku yang sudah tak mampu kutahan
lagi. Inikah janji Kak Melisa, aku bahkan sudah tak ingat lagi lusa ulang
tahunku, saking pekatnya kesedihan sejak hari duka itu. Didalam hati
kugantungkan do’a agar Kak Melisa segera pulih.
***
“Cantik,
ada telpon dari Bunda.” Suara Kak Dinda terdengar serak disampingku.Aku tau Kak
Dinda tadi juga terisak pelan disampingku. Acara baru saja selesai beberapa
menit yang lalu, Aku dan Kak Dinda memilih untuk menunggu sampai pintu keluar
agak sepi.
“Hallo,
Assalamu’alaikum Bunda,” ucapku saat telepon ditempelkan Kak Dinda ditelingaku.
“Halo,
Cantik, udah selesai acaranya?”
“Sudah
Bunda, kenapa Bun?”
“Kamu
langsung kesini sekarang ya.” DEG! Ada apa ini?


0 komentar:
Posting Komentar