“Ih, berisik banget ya disini Kak.” Kataku sesampainya ditempat acara resital. Tak ada respon dari Kak Dinda.
“Helloooow, Kak Dinda, Kakak denger aku nggak sih?” Ujarku lebih keras sambil menggoyangkan bahuku yang dilingkari tangan Kak Dinda.
“Hah? Kenapa Cantik?” Tanya Kak Dinda.
“Nggak ada. Udah dimana kita Kak? Kok bising gini sih?” Aku balik bertanya.
“Kita masih diluar Cantik, kita harus antri dulu buat masuk.” Aku hanya mengangguk, suara Kak Dinda tak begitu jelas terdengar, tenggelam oleh kebisingan tempat ini. Aku juga lebih memilih diam, berjalan pelan-pelan dituntun Kak Dinda.
“Wah, akhirnya duduk juga.” Ujarku lega sesampainya ditempat dudukku.
“Eh, Kakak ketoilet bentar ya. Lo duduk disini aja, jangan kemana-mana.” Aku tak sempat menjawab perkataan Kak Dinda, tangan hangatnya sudah terlebih dulu menghilang dari bahuku. Aku tidak terlalu suka sendirian ditempat asing seperti ini, menakutkan. Aku jarang sekali dilepas Bunda sendirian dimanapun, Bunda khawatir terjadi hal-hal yang nggak diinginkan padaku. Selama ini, Bunda pasti selalu mendampingiku kemanapun aku pergi, kalaupun Bunda ada urusan lain yang tidak bisa ditinggalkan, Bunda pasti akan meminta kakak, ayah, atau orang lain yang bisa dipercaya untuk mengawasiku.
Tiba-tiba musik pembukaan resital dimainkan, diiringi tepuk tangan yang membahana. Kak Dinda kemana? Kok lama banget? Padahal acaranya udah mulai. Pikirku cemas sambil menggoyang-goyangkan kakiku, kebiasaan burukku kalau merasa tidak nyaman. Aku bahkan tak bisa menikmati musik yang terus mengalun merdu, aku takut ditinggal sendirian disini.
“Lo kenapa sih? Risih banget?” Tiba-tiba kudengar suara berat menegurku dari sampingku, reflek aku menoleh, walau sudah pasti aku tak akan bisa melihat orang yang menegurku barusan.
“Eh, e… Maaf…” Aku tergagap.
“Hmm…” Gumamnya. Sepertinya orang itu telah terhanyut kembali dalam alunan musik yang terus berlanjut. Akupun mencoba untuk menenangkan diriku, seraya memastikan bahwa aku tidak melakukan kebiasaan burukku lagi hingga membuat orang lain merasa terganggu.
Tak lama, seseorang tiba-tiba duduk disampingku. Aku tak dapat mendengar langkahnya, karena terkalahkan oleh suara musik yang membahana.
“Cantik, maaf ya lama, tadi toiletnya penuh, Kakak mesti ngantri dulu.” Kak Dinda berbisik tepat ditelingaku. Aku cuma mengangguk, takut mengganggu orang tadi lagi. Rasa khawatir ditinggal Kak Dinda tadipun sirna, sekarang aku bisa konsentrasi mendengarkan orchestra yang tengah dimainkan.
Kira-kira telah setengah jam berlalu. Sudah beberapa judul lagu dan musik dimainkan, mulai dari musik klasik terkenal, hingga musik-musik yang tak pernah kudengar, juga ada musik yang diambil dari beberapa lagu mulai dari lagu anak-anak, lullaby, lagu pop, dan lainnya. Sejauh ini, aku masih belum mendengar ada yang istimewa. Memang indah, namun masih seperti yang biasa kudengar sebelum-sebelumnya.
Hampir satu setengah jam berlalu, masih biasa saja. Tiga puluh menit lagi pertunjukan berakhir. Aku mulai merasa bosan, semuanya sama saja seperti pertunjukan yang biasanya kudengar. Apa Kak Melisa bohong? Segera kutepis pikiran buruk itu. Kak Melisa tidak mungkin bohong, Kak Melisa tidak pernah sekalipun bohong kepadaku. Mungkin saja, aku yang kurang teliti mendengarkan, atau memang ada beberapa bagian acara yang telah diganti karena ketidaksertaan Kak Melisa kali ini. Ya, mungkin saja begitu.
Hening, satu lagu lagi berakhir. Kudengar suara seorang wanita mengisi ruangan ini melalui pengeras suara. “Selamat malam. Terimakasih atas kehadiran anda. Hari ini, merupakan hari yang sangat istimewa bagi kami, setelah sekian lama berlatih untuk menampilkan yang terbaik dihadapan anda semua. Namun, hari ini tidaklah lengkap karena salah seorang bagian kami tak dapat hadir, inspirator muda kami, sahabat terbaik yang selalu tersenyum tulus menyemangati kami, Melisa Seruni Putri yang sekarang tengah terbaring koma dirumah sakit. Kami selalu mendoakanmu dan merindukan kehadiranmu kembali, sobat. Kami tak akan pernah bisa lengkap disini tanpa kehadiranmu. Melisa, lagu ini, lagu yang selalu kau nanti untuk kau mainkan hari ini, lagu ini lagu yang selalu dengan semangat terus kau latih hingga tak terhitung betapa bosannya kami mendengarkanmu memainkannya saat kita latihan maupun diwaktu senggang, lagu yang sangat ingin kau tunjukkan didepan kami semua hari ini….” Terdengar isakan wanita itu, lalu ia melanjutkan. “Dengarlah Melisa sayang, lagu ini untukmu…”
Aku terdiam, pikiranku kosong, inikah janji Kak Melisa itu? Nada rendah gesekan biola memecah keheningan, memulai lagu yang akan dimainkan. Aku tak tau siapa yang sedang memainkan biola itu sekarang, sepertinya orang itu akan bermain solo. Belum sampai lima detik kudengar nada-nada itu, akupun tersadar. Lagu itu…


2 komentar:
ceritanya bagus, ngak ada rencana untuk di lanjutkan ke tahap selanjutnya??
makasih.
maaf baru sekarang bisa lanjutin ceritanya setelah sekian lama vakum, hehehe
Posting Komentar